Ibnu Haitham, Ilmuwan Islam yang Disebut Sebagai "Bapak Optik"

By Nad

(sumber foto: IslamKita.co)

nusakini.com - Jakarta - Ilmuwan-ilmuwan Islam dianggap memiliki banyak kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di seluruh dunia, mulai dari bidang ilmu matematika, sains, politik, kedokteran, dan sebagainya.

Ibnu Haitham, atau dikenal sebagai Alhazen di negara-negara Barat, merupakan salah satu ilmuwan Islam yang membawa pengaruh besar terhadap ilmu pengetahuan modern. Ia ahli dalam matematika, astronomi, filsafat, dan juga fisika. Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang hidup di Zaman Kejayaan Islam.

Karya Ibnu Haitham yang paling berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah "Kitab Al-Manazir", atau "Kitab Optik" yang ia tulis sekitar tahun 1011-1021. Berkat penjelasannya mengenai cahaya dan mata manusia dalam buku ini, ia dianggap sebagai "Bapak Optik".


Latar Belakang Ibnu Haitham

Ibnu Haitham lahir di Basrah, Irak pada tahun 354 H atau 965 M. Ia bersekolah di Basrah lalu ketika lulus bekerja menjadi pegawai pemerintah.

Pada awalnya, ia mempelajari ilmu agama, namun masyarakat pada zaman itu memiliki pandangan-pandangan yang berlawanan mengenai agama, sehingga akhirnya ia memilih untuk mempelajari bidang ilmu matematika dan sains.

Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan kemudian membuatnya berhijrah ke Ahwaz dan Baghdad yang pada saat itu merupakan pusat intelektual. Ia mempelajari beragam bidang ilmu di dua kota tersebut. Kemudian, melanjutkan pendidikannya di Universitas Al-Azhar, Mesir.

Setelah lulus, ia tidak berhenti belajar, ia lalu mulai melakukan pembelajaran autodidak dalam ilmu falak, matematika, fisika, dan juga filsafat.

Ibnu Haitham mulai dikenal karena pengetahuannya yang sangat besar mengenai matematika. Ia kemudian diundang untuk mengatur permasalahan banjir Sungai Nil oleh penguasa Mesir pada saat itu, karena mengaku bisa melakukannya. Namun, pada kenyataannya ia tidak mampu membuat rencana yang bisa mengatasi permasalahan tersebut, sehingga ia harus ditahan.

Beberapa sumber menyatakan Ibnu Haitham berpura-pura mengalami gangguan jiwa agar ia diizinkan untuk ditahan sebagai tahanan rumah. Pada masa penahanannya inilah ia menuliskan "Kitab Al-Manazir".


Bapak Optik

Dalam sebuah ruangan yang gelap saat ia sedang ditahan, Ibnu Haitham melihat cahaya menembus dari sebuah lubang kecil ke dalam kamarnya. Ia dapat melihat gambar pada objek di luar ruangan yang diterangi cahaya matahari yang masuk tersebut.

Terlahir sebagai seseorang yang selalu ingin mendapatkan pengetahuan baru, ia kemudian melakukan berbagai percobaan sendiri dan sampai kepada kesimpulan bahwa cahaya itu bergerak lurus, dan pandangan terjadi ketika cahaya yang lurus masuk ke mata.

Penjelasan Ibnu Haitham ini dianggap sebagai sesuatu yang sangat baru, karena ilmuwan-ilmuwan Yunani Kuno seperti Euklides dan Klaudius Ptolemaeus sebelumnya menyatakan bahwa cahaya keluar dari mata manusia, yang membuat kita akhirnya bisa melihat suatu benda.

Dalam kitabnya tersebut, Ibnu Haitham tidak hanya membahas mengenai teori cahaya dan warna, ia juga menjelaskan anatomi mata manusia dan proses manusia mempersepsikan suatu benda.

Pemahaman Ibnu Haitham mengenai cahaya dan mata yang ia tuliskan dalam kitab yang berisikan tujuh buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh seseorang yang tidak diketahui. Ilmunya akhirnya diwariskan ke ilmuwan-ilmuwan lain sehingga ia dianggap sebagai "Bapak Optik".

UNESCO merayakan Ibnu Haitham sebagai salah satu penemu ilmu optik modern dalam konferensi internasional "International Year of Light" pada tahun 2015, di mana mereka mendiskusikan warisan ilmiah Ibnu Haitham, sejarah ilmu optik, dan masa depan dari teknologi berbasis cahaya.


Pengaruh Ibnu Haitham terhadap ilmu pengetahuan bukan hanya mengenai ilmu optik, pematahan teori yang ia lakukan terhadap ilmuwan Yunani Kuno juga dianggap sebagai awal dari "metode ilmiah", yaitu metode yang dilakukan untuk menguji teori dengan melakukan eksperimen.

Selain itu, kontribusi besarnya terhadap perkembangan ilmu membuatnya menjadi salah satu tokoh yang digunakan untuk menamai kawah di bulan, yaitu Kawah Alhazen.

Hingga akhir hayatnya, Ibnu Haitham tinggal di Kairo, Mesir dan mendapatkan penghasilannya dari karya-karya literaturnya. Ia meninggal dunia pada tahun 1040 dan menuliskan lebih dari 200 buku mengenai ilmu pengetahuan.